Beberapa
hari kedepan, Ujian Nasional (UN) untuk jenjang SMP/MTs atau sederajat akan
dilaksanakan. Hajatan tahunan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI
(Kemendikbud) yang menyedot APBN ratusan milyar rupiah ini tentunya akan
sepadan dengan biaya yang dikeluarkan jika sebuah ekpektasi untuk mengetahui kualitas
pendidikan yang lebih baik kedepannya menjadi kenyataan. Meskipun UN 2015 ini tidak
lagi sebagai penentu kelulusan melainkan hanya digunakan sebagai alat untuk
memetakan mutu pendidikan, faktanya semua sekolah di negeri ini masih
menganggap UN sebagai sebuah prestige (gengsi) untuk unjuk gigi atas prestasi
sekolah ketika hasil UN menempatkan mereka di posisi teratas dibandingkan
dengan sekolah lainnya.
Fenomena
inilah yang membuat sekolah-sekolah di Indonesia dua sisi yang berbeda itu
selalu ada, yaitu rasional dan irrasional. Bagi sekolah dengan input peserta
didik yang diatas rata-rata tentunya berusaha mencapai gengsi tersebut dengan
cara-cara yang rasional seperti memberikan jam tambahan untuk mapel UN di
sekolah jauh hari sebelum pelaksanaan, memotivasi peserta didik untuk
mendiskusikan materi pelajaran dan membahasnya baik melalui group discussion
atau melalui bimbingan belajar. Begitupun juga dengan sekolah dengan input
peserta didik yang menengah kebawah. Sekolah ini juga tidak mau ketinggalan
melaksanakan rutinitas tahunan tersebut dengan memberikan jam tambahan
menghadapi UN seperti apa yang dilakukan disekolah-sekolah dengan input peserta
didik yang diatas rata-rata tersebut diatas. Disatu sisi para guru semangat
memberikan bimbingan, sisi sebaliknya peserta didik mereka tidak termotivasi
untuk mendapatkan bimbingan karena mereka berprinsip bahwa jam tambahan hanya formalitas
yang harus diikuti mereka daripada harus berurusan dengan pihak sekolah.
Realita yang lain adalah hal irrasional, yakni mereka menggunakan shortcut (jalan
pintas) dengan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan nilai yang maksimal
yaitu dengan mencari bocoran.
Istilah kata
bocoran ini sudah sering terdengar ditelinga kita setiap kali UN bahkan selama
11 tahun pelaksanan UN selalu ada kebocoran soal. Pelaksanaan UN yang dilakukan
dengan ujian berbasis kertas (Paper Based Test) dan/atau ujian berbasis
komputer (Computer Based Test) pada tahun 2015 ini harus ternodai
kembali dengan bocornya soal Ujian Nasional (UN) tingkat SMA sederajat pada
semua mata pelajaran yang diujikan. Bocornya soal UN tersebut tersebar di
internet dan bahkan bisa diunduh oleh siapa saja terutama para peserta didik
yang sedang mengikuti UN. Sungguh ironis dunia pendidikan kita saat ini. Disaat
banyak orang peduli untuk memperbaiki tatanan kehidupan melalui dunia
pendidikan ternyata ada segelintir orang diluar sana yang memanfaatkan celah untuk
merusak tatanan tersebut melalui pembocoran soal.
Kecurangan pembocoran
soal sebenarnya sudah diantisipasi oleh pemerintah dalam hal ini kemendikbud dengan
CBT atau ujian berbasis computer. UN CBT pada awal tujuannya digunakan untuk
meminimalisir pembocoran soal dan kecurangan dalam UN sehingga ketika UN CBT
ini sukses pada tahun ini, kedepannya pelaksanaan UN kemungkinan besar
menggunakan full CBT. Namun, lagi-lagi karena ulah pihak-pihak yang tidak
bertanggungjawab UN CBT dan bahkan UN PBT bisa saja dimoratorium ketika tingkat
kemanfaatannya tidak ada lagi. Salah satu lembaga yang mewacanakan adanya moratorium
adalah Federasi Serikat Guru Indonesia (FGSI). Lembaga ini kekeuh untuk
mengusulkan moratorium kepada pemerintah karena bocornya soal UN tingkat SMA
sederajat. FGSI mengklaim berhasil mengunduh 25 dari 30 soal UN di Google
Drive. Dan ini yang membuat lembaga ini geram dengan pelaksanaan UN yang tak
kunjung berakhir dengan ‘Bocoran Soal’.
Usulan moratorium
UN ditanggapi dingin oleh Menteri Kebudayaan dan Pedidikan Dasar dan Menengah, Anies Baswedan. Beliau memilih mengoreksi,
menyempurnakan kekurangan UN dan memberikan sanksi kepada mereka yang
membocorkan soal UN, termasuk guru dan oknum yang terlibat didalamnya. Semoga
UN untuk tingkat SMP sederajat tahun ini lebih baik. Amiin
0 komentar:
Post a Comment